Kerja dan keluarga adalah dua dunia yang sama sekali berbeda. Keduanya memiliki tuntutan peran dan kewajiban yang berbeda, yang seringkali menimbulkan problema dalam kehidupan. Namun, problematika ini sebetulnya adalah sesua tu yang wajar. Tugas anda hanyalah menyadari adanya feno mena tersebut dan menyiasatinya.
Pernahkah anda merasakan bahwa bekerja sambil menjalankan peran keluarga (domestik) itu sulit? Anda mungkin belum benar – benar menyadarinya. Tapi kami yakin bahwa mau tidak mau, sedikit ataupun banyak, pastilah terdapat konflik kepentingan diantaranya.
Demikianlah seperti yang dialami Yuni. Yuni adalah seorang guru musik dengan jam kerja yang relatif tinggi, sekitar 50-55 jam per minggunya, menikah dan dikaruniai 2 anak, masing – masing 7 dan 10 tahun. Sebenarnya, ia sangat senang akan pekerjaannya. Akan tetapi, kecintaannya pada pekerjaannya tersebut perlahan sirna seiring dengan bertambahnya tugas domestik (keluarga) yang diembannya. Sebelum menikah, ia merasakan adanya kebebasan yang absolut dalam bekerja, mengambil jam-jam lembur, tugas ke luar kota, dan kegiatan kantor lainnya.
Sebaliknya sekarang, segala keputusannya yang menyangkut pekerjaan benar-benar dipengaruhi oleh rasa tanggung jawab dan keterlibatannya dalam keluarga. Mau mengambil lembur sampai malam, langsung terpikirkan suami-anak di rumah. Mau ditugaskan keluar kota selama beberapa hari, langsung merasa keberatan karena takut rumah tangga tidak ada yang mengurus.
Apakah anda sudah mulai merasa fenomena ini secara sadar atau tidak sadar pernah anda alami? Kalau belum, apakah karena mungkin anda laki – laki, dan fenomena ini lebih masuk akal bila dialami oleh perempuan? Hal yang sama pun dialami oleh Joshua yang adalah seorang General Manager pada sebuah perusahaan asing. Sebenarnya tidak ada yang perlu dipermasalahkan olehnya, mengingat istrinya adalah seorang ibu rumah tangga sejati, yang tidak bekerja, dan hari – harinya hanya dihabiskan untuk mengurus rumah tangga. Tapi yang terjadi adalah Joshua sering merasa bersalah pada dirinya sendiri. Rasa bersalah itu timbul karena ia sering pulang malam atau keluar kota sehingga jarang sekali bertemu dengan anak – anaknya. Rasa bersalah itu semakin besar karena ia seringkali membatalkan janji pada keluarga di saat – saat terakhir, karena ia harus mengurus pekerjaan. Joshua seringkali kehilangan moment – moment penting seperti langkah pertama anaknya, kata-kata pertama anaknya, ulang tahun perkawinan, makan malam bersama keluarga besar, sampai pada ulang tahunnya sendiri. Sepanjang hari selama 10 tahun terakhir ini memang Joshua jarang berada di rumah.
Dengan melihat kisah diatas, sebenarnya apakah yang terjadi? Mengapa setelah menikah, Yuni jadi sulit mengambil keputusan yang terkait dengan pekerjaan? Mengapa Joshua harus terus-terusan merasa bersalah terhadap keluarganya?
Fenomena ini dinamakan konflik kerja keluarga, yaitu konflik yang terjadi dikarenakan adanya tabrakan peran, tanggung jawab, kepentingan dan keterlibatan di area kerja dan keluarga. Konflik ini seringkali menyebabkan seseorang merasa bingung membagi waktu, merasa bersalah, bimbang, bahkan stress. Dengan demikian, mulailah mewaspadai fenomena ini. Jika anda merasa sudah mengalaminya, ada baiknya anda meluangkan diri untuk membuat sebuah prioritas dalam hidup, kerja – keluarga anda.